Sragen, 10 Juni 2025 — Universitas Sebelas Maret (UNS) menunjukkan komitmen nyatanya dalam mendukung peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia melalui kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat yang dilaksanakan dalam bentuk workshop bertema “Optimalisasi Pemanfaatan Artificial Intelligence (AI) dalam Pengembangan Bahan Ajar Adaptif”. Kegiatan ini diikuti oleh sekitar 60 guru Bahasa Inggris yang tergabung dalam Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Inggris SMP se-Kabupaten Sragen. Bertempat di SMP Negeri 5 Sragen, kegiatan ini diinisiasi oleh tim pengabdi dari kelompok riset English Language Studies, Teaching Methods, and Assessments, yang terdiri atas Dr. Sumardi, M.Hum, Dr. Ngadiso, M.Pd, Dr. Endang Setyaningsih, M.Hum, Drs. Muhammad Asrori, M.Pd dan Hasan Zainnuri, M.Pd. Program ini dirancang sebagai respons terhadap kebutuhan nyata para guru dalam menghadapi era digitalisasi pembelajaran, serta sebagai bentuk kontribusi UNS dalam mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals) poin ke-4, yakni memastikan pendidikan yang inklusif, adil, dan berkualitas bagi semua orang.
Pelaksanaan kegiatan ini melalui serangkaian tahapan sistematis yang diawali dengan identifikasi kebutuhan mitra, penyusunan modul pelatihan, pelaksanaan workshop secara luring, hingga pendampingan intensif dan evaluasi hasil. Tujuan utama dari program ini adalah membekali para guru Bahasa Inggris dengan kemampuan dan kepercayaan diri untuk mengintegrasikan teknologi AI ke dalam proses penyusunan bahan ajar yang kontekstual, interaktif, dan sesuai dengan prinsip Kurikulum Merdeka. Berdasarkan hasil observasi, program ini terbukti efektif dalam meningkatkan literasi digital peserta, membentuk sikap positif terhadap penggunaan teknologi dalam pembelajaran, serta mengembangkan keterampilan guru dalam menyusun bahan ajar adaptif yang berbasis kebutuhan siswa. Selain itu, kegiatan ini juga mendorong lahirnya komunitas belajar yang mendukung kolaborasi dan pertukaran praktik baik antarpendidik, serta memperkuat kesiapan guru dalam merancang asesmen alternatif dan pembelajaran berbasis proyek.
Salah satu capaian utama dari kegiatan ini adalah meningkatnya pemahaman guru terhadap konsep dan potensi pemanfaatan AI dalam pendidikan. Pada awal kegiatan, mayoritas peserta menunjukkan keterbatasan dalam mengenali dan mengoperasikan berbagai platform AI seperti ChatGPT, Grammarly, Quillionz, maupun Canva AI. Namun, melalui pendekatan pelatihan yang bersifat praktik langsung, para guru tidak hanya memahami konsep dasar AI, tetapi juga mencoba langsung merancang bahan ajar dengan menggunakan berbagai aplikasi tersebut. Workshop ini memberikan pengalaman belajar yang aktif dan partisipatif, di mana guru diberi kesempatan untuk mengeksplorasi fitur-fitur AI secara mandiri dan kolaboratif. Perubahan signifikan terlihat pada peningkatan minat eksplorasi teknologi oleh para guru, yang sebelumnya merasa canggung bahkan enggan mencoba, namun kini lebih terbuka dan antusias dalam mengeksplorasi platform digital sebagai bagian dari proses pembelajaran mereka. Kemampuan ini menjadi fondasi penting dalam memperkuat transformasi digital di sektor pendidikan menengah, khususnya dalam pengajaran Bahasa Inggris yang adaptif terhadap perkembangan zaman.
Lebih jauh lagi, para guru peserta workshop menunjukkan kemampuan yang semakin berkembang dalam menyusun bahan ajar yang adaptif dan berbasis AI. Dalam sesi pendampingan, guru dilatih untuk menggunakan ChatGPT dalam menghasilkan teks dan dialog otentik yang sesuai dengan konteks lokal, Grammarly untuk memoles tata bahasa dan struktur kalimat, Quillionz untuk membuat soal dan kuis otomatis, serta Canva AI untuk mendesain tampilan bahan ajar yang menarik secara visual. Hasil pendampingan menunjukkan bahwa sebagian besar guru berhasil menghasilkan bahan ajar yang tidak hanya estetik, tetapi juga relevan dengan kebutuhan dan karakteristik siswa mereka. Beberapa produk inovatif yang lahir dari kegiatan ini antara lain lembar kerja siswa bertema budaya lokal Sragen, modul pembelajaran berbasis situasi kehidupan nyata, hingga kuis otomatis mengenai kosakata harian yang kontekstual. Dalam evaluasi dokumen, bahan ajar ini menunjukkan respons adaptif terhadap diferensiasi kemampuan belajar siswa, serta telah mengadopsi prinsip Kurikulum Merdeka, seperti pembelajaran berbasis proyek dan konten yang fleksibel. Ini menunjukkan bahwa guru tidak hanya memahami cara kerja AI, tetapi juga mulai mampu memanfaatkannya secara strategis untuk menciptakan pengalaman belajar yang bermakna.
Sebagai upaya menjaga keberlanjutan program, tim pengabdi turut memfasilitasi terbentuknya komunitas belajar daring berbasis praktik penggunaan AI. Komunitas ini berfungsi sebagai ruang berbagi praktik baik, refleksi pembelajaran, hingga diskusi pemecahan masalah yang dihadapi para guru dalam penerapan AI di kelas. Komunitas difasilitasi melalui grup media sosial dan forum daring yang aktif digunakan oleh peserta, bahkan setelah workshop berakhir. Dalam waktu singkat, komunitas ini telah menjaring lebih dari 60 guru Bahasa Inggris dari berbagai jenjang dan sekolah di Kabupaten Sragen. Guru-guru secara aktif membagikan hasil karya mereka, bertukar ide, serta saling memberi masukan untuk perbaikan bahan ajar. Komunitas ini tidak hanya memperkuat rasa solidaritas profesional antarpendidik, tetapi juga menjadi sumber inspirasi dan motivasi untuk terus belajar dan berinovasi. Keberadaan komunitas ini menjadi salah satu pencapaian yang strategis, karena berpotensi menjadi penggerak transformasi jangka panjang dalam pengembangan profesional guru berbasis teknologi.
Selain memberikan dampak dalam ranah keterampilan teknis, program ini juga secara langsung meningkatkan kesiapan guru dalam mengimplementasikan Kurikulum Merdeka. Salah satu tantangan utama yang dihadapi para guru selama ini adalah kesulitan dalam menyusun materi ajar yang sesuai dengan prinsip pembelajaran berdiferensiasi, proyek kontekstual, dan asesmen alternatif. Melalui pelatihan ini, para guru tidak hanya diperkenalkan dengan strategi pembelajaran yang sesuai dengan Kurikulum Merdeka, tetapi juga dibekali dengan perangkat teknologi yang memudahkan proses perancangan pembelajaran. Guru mulai terbiasa menggunakan AI untuk merancang rubrik asesmen otomatis yang objektif dan efisien, serta menyusun proyek pembelajaran yang berbasis kehidupan sehari-hari siswa. Beberapa proyek yang dikembangkan termasuk tugas membuat brosur wisata lokal dan menulis cerita pendek yang merefleksikan pengalaman pribadi siswa. Pendekatan ini terbukti meningkatkan keaktifan siswa dan mendorong mereka untuk lebih terlibat dalam proses belajar. Dengan meningkatnya kesiapan guru dalam mendesain pembelajaran yang relevan dan personal, maka pelaksanaan Kurikulum Merdeka dapat berjalan lebih efektif dan bermakna di kelas-kelas Bahasa Inggris.
Hasil evaluasi menyeluruh terhadap kegiatan pengabdian ini menunjukkan bahwa program memberikan dampak positif secara signifikan, baik bagi peningkatan kompetensi guru maupun pengalaman belajar siswa. Observasi pembelajaran menunjukkan adanya peningkatan partisipasi dan keterlibatan siswa, serta munculnya variasi metode mengajar yang lebih kreatif dan kontekstual. Guru-guru peserta menyampaikan bahwa mereka merasa lebih percaya diri dalam menggunakan teknologi, dan memiliki ide-ide baru untuk mengembangkan bahan ajar yang sebelumnya dianggap sulit dilakukan secara mandiri. Meski demikian, evaluasi juga menemukan beberapa kendala yang perlu menjadi perhatian, seperti keterbatasan perangkat digital di beberapa sekolah, serta kebutuhan akan pelatihan lanjutan untuk pemanfaatan AI secara lebih kompleks. Untuk itu, tim pengabdi merekomendasikan agar program ini dilanjutkan dan diperluas melalui kerja sama dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Sragen. Pelatihan serupa perlu dijadikan bagian dari program pengembangan profesional berkelanjutan bagi guru. Selain itu, pengembangan modul pelatihan mandiri dalam format digital juga direkomendasikan agar guru-guru yang belum sempat mengikuti program tetap bisa memperoleh manfaatnya secara fleksibel.
Dengan berbagai capaian tersebut, kegiatan pengabdian yang dilakukan UNS ini menunjukkan peran penting perguruan tinggi dalam mendukung transformasi pendidikan di tingkat akar rumput. Program ini bukan hanya berhasil meningkatkan kapasitas guru dalam bidang teknologi dan pedagogi, tetapi juga menciptakan ekosistem kolaboratif yang mendukung inovasi berkelanjutan. Sebagai kontribusi terhadap agenda Sustainable Development Goals poin ke-4, program ini menjadi contoh konkret bagaimana pendidikan berkualitas dapat diwujudkan melalui sinergi antara perguruan tinggi, guru, sekolah, dan pemerintah daerah. Harapannya, inisiatif serupa dapat direplikasi di wilayah lain, guna mewujudkan sistem pendidikan yang lebih adaptif, inklusif, dan berorientasi masa depan.



Comments
More Posts You May Find Interesting